KASUS
SENGKETA TANAH DI MERUYA
Nama : Moh. Taufik Syam
Amir
NPM : 24210143
Kelas : 2eb20
Beberapa waktu
yang lalu kasus sengketa tanah menjadi headline sebagian besar media
massa. Salah satu yang hangat dibicarakan adalah kasus sengketa tanah Meruya
antara warga dengan PT. Portanigra. Kasus ini mencuat saat warga Meruya
memprotes keputusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan PT. Portanigra atas
tanah seluas 44 Ha. Kepemilikan berganda atas tanah tersebut berawal dari
penyelewengan Djuhri, mandor tanah, atas kepercayaan yang diberikan Benny
melalui Toegono dalam pembebasan di Meruya Selatan pada tahun 1972. Djuhri
menjual tanah itu kembali kepada pihak lain karena tahu pembelian tanah itu
melanggar aturan. Kemudian, Toegono memperkarakannya ke Pengadilan Negeri
Jakarta Barat dan pada akhirnya Djuhri divonis hukuman percobaan dengan
membayar 175 juta ditambah 8 Ha tanah. Pihak Portanigra belum menganggap
masalah ini selesai dan menggugat Djuhri kembali secara perdata ke Mahkamah
Agung. Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT. Portanigra.
Sengketa tanah
antara Djuhri dan PT.Portanigra ternyata membawa dampak bagi pihak ketiga yaitu
warga Meruya. Mereka terancam kehilangan tanah dan bangunan. Sebagai pihak ketiga,
seharusnya memperoleh pertimbangan hukum. Hal tersebut sesuai dengan pasal 208
(1) pasal 207 HIR dan warga dapat menggugat kembali PT. Portanigra.
Menurut Prof.
Endriatmo Sutarto, ahli hukum Agraria Sekolah Tinggi Pertanahan Yogyakarta,
pemerintah harus menjadi penengah. Sebagai langkah awal, pemerintah harus
meneliti ulang kebenaran status kepemilikan tanah. Tidak hanya itu, pemerintah
juga harus membenahi sistem administrasi dan lembaga kepemerintahan.
Berdasarkan kasus ada ketidakberesan dalam sistem administrasi di BPN. BPN
mengeluarkan sertifikat atas tanah sengketa. Begitupun MA, kronologis
menunjukkan bahwa putusan MA No. 2683/PDT/G/1999 memiliki keganjilan karena
batas-batas tanah Portanigra di letter C masih belum jelas. Tampak adanya sebuah
“permainan” di sana. Pemerintah seharusnya membentuk badan peradilan agraria
independen di bawah peradilan umum layaknya pengadilan pajak, niaga, anak dll.
Peradilan itu diisi oleh hakim-hakim Adhoc yang bukan hanya ahli hukum tanah
secara formal tetapi memahami masalah tanah secara multidimensional. Peradilan
tersebut dibentuk berdasarkan UUPA 1960 dan UU No.4/2004 tentang kekuasaan
kehakiman.
Kasus sengketa
tanah Meruya merupakan kasus rumit yang melibatkan banyak pihak.
Penyelesaiannya dilakukan melalui jalur hukum yang dilandasi keadilan dan akal
sehat untuk mencapai win-win solution, bukan dengan saling menyalahkan
secra emosional. Kasus pertanahan memiliki banyak dimensi social yang
dipertentangkan, mulai dari hubungan sosial, religi, ketidakberlanjutan
komunitas masyarakat dan harga diri serta martabat manusia (dignity)
yang penyelesaiannya membutuhkan itikad baik dari pihak bersengketa agar tidak
menimbulkan gejolak kemasyarakatan.
Adanya kasus
penyuapan di dalam MA menunjukkan peradilan masih jauh dari harapan terwujudnya
penegakkan hukum yang adil dan obyektif. Hal tersebut disebabkan oleh sikap
mental, akhlak dan budi pekerti serta kepatuhan para pemegang kekuasaan
terhadap hukum yang masih kurang. Dampak secara langsung dirasakan oleh warga
yang kehilangan hak asasi manusia, hak memperoleh keadilan. Oleh karena itu,
mereka mencari keadilan dengan menggugat kembali PT. Portanigra melalui
pengadilan. Sengketa Meruya mencerminkan penegakkan HAM di Indonesia yang masih
kurang.
Penyelesaian
kasus sengketa tanah di Meruya harus dilakukan melalui pengadilan yang
berkeadilan. Keadilan diartikan sebagai suatu seimbang , tidak berat sebelah
atau tidak memihak. Berarti, azas keadilan harus terpenuhi diantar pihak yang
bersengketa yang meliputi;
- azas quality before the law yaitu azas persamaan hak dan derajat di muka hukum.
- azas equal protection on the law yaitu azas yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat perlindungan yang sama oleh hukum.
- azas equal justice under the law yaitu azas yang menyatakan bahwa tiap orang mendapat perlakuan yang sama di bawah hukum.
Bila azas
keadilan tidak terpenuhi maka penyelesaiannya akan berlarut-larut seperti yang
terjadi dalam kasus Meruya, dimana warga tidak memperolah persamaan hak berupa
pengakuan kepemilikan tanah saat Mahkamah Agung memenangkan gugatan PT.
Portanigra.
Dalam kasus
sengketa tanah diperlukan peran serta pemerintah untuk menyelesaikannya dengan
akal sehat dan menggunakan kaidah berpikir tepat dan logis. Kaidah berpikir
tepat dan logis merupakan cara berpikir sesuai tahap-tahap penalaran atau
kegiatan akal budi. Prinsip akal budi secara aspek mental meliputi pengertian (concept),
putusan (judgement) dan penyimpulan (reasoning). Sebagai langkah
awal, pemerintah sebagai penengah harus mengetahui permasalahannya secara
detail dengan melekukan penelitian lebih lanjut mengenai status kepemilikan
tanah. Kemudian pemerintah mengkaitkan antara hukum dengan fakta yang ada dan
menyimpulkan kepemilikan atas tanah di Meruya. Kaidah berpikir logis sangat
penting dilakukan agar hasil keputusannya dapat diterima oleh kedua belah
pihak.
Banyak
pelajaran yang dapat diambil dari kasus sengketa tanah di Meruya. PT.Portanigra
sebagai perusahaan developer melakukan kesalahan karena tidakmelakukan
transaksi beli tanah sesuai aturan dan tidak mengurus sertifikat pasca
transaksi. Melalui kesalahan yang dilakukan PT. Portanigra dapat diambil
pelajaran bahwa sertifikat sangat penting sebagai bukti kepemilikan tanah.
Warga Meruya juga ikut melakukan kesalahan karena mereka tidak berhati-hati
dalam membeli tanah. Oleh karena itu, penting bagi kita mengetahui status
kepemilikan dan kondisi tanah secara detail. Lembaga pemerintahan seperti BPN
dan Mahkamah Agung juga melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan. BPN
mengeluarkan sertifikat atas tanah bersengketa dan MA memenangkan gugatan PT.
Portanigra tanpa mempertimbangkan kelengkapan bukti kepemilikan tanah yang
dimiliki PT. Portanigra. Dalam kondisi ini, MA hanya memandang sisi formalitas
hukum antara individu atau komunitas dengan tanah semata sehingga putusan
bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi
pemerintah untuk melakukan pembenahan di lembaga pemerintahan.
No comments:
Post a Comment